Pa
Ustadz I Love You
Namaku Salwa Nabila,
umurku 18 tahun. Mungkin pertama kalinya dalam hidupku, kulihat sosok pria yang
ku akui dia begitu mempesona. Setiap kali aku melihatnya, aku merasa dia pria
yang sempurna. Aku hanya bisa beristigfar untuk mengendalikan emosi hati. Aku
sangat menyukai alunan merdu suaranya saat dia melantunkan ayat-ayat suci
Al-Qur’an. Ya Allah, dosakah aku selalu memikirkannya? Tak habis pikir, dan tak
kusangka aku mulai menyukainya. Entah sejak kapan benih-benih cinta ini tumbuh
di hatiku.
Rizky itulah namanya,
dia adalah cucu dari tetanggaku, ia tinggal di Surabaya. Dia 4 tahun lebih tua
dariku. Orang-orang sering memanggilnya dengan sebutan ustadz, ustadz muda
tepatnya. Mungkin karena dia sering menjadi imam solat taraweh atau karana
ayahnya seorang ustadz. Kita sering bertemu, namun tak pernah sekalipun
mengobrol bahkan bertegur sapapun tidak.
**
Mamah: “Awa, tolong
antarkan kue ini ke rumah Nek Halimah ya!”
Salwa: “Iya mah”
Dalam perjalanan aku
berfikir, Nek Halimah adalah nenek dari Rizky. Akankah aku berjumpa dengannya
disana?
Astagfirullah, kenapa
jadi mikirin yang macem-macem gini sih? Kata ku pelan.
Sesampainya disana ku
langsung mengetuk pintu dan mengucap salam.
Salwa :
“Assalamualaikum”
Rizky: “Waalaikum
salam”
Betapa terkejutnya aku
mendengar suara itu. Ternyata Rizky yang membukakan pintu. Segera ku kumpulkan
tenaga untuk bertanya.
Salwa: “Nek Halimahnya
ada?”
Rizky: “Ada, silakan
masuk.”
Salwa : “Terima kasih”.
Ya Allah ini pertama
kali aku berbicara dengannya.
Keluarga kami memang
cukup dekat, bahkan beberpa kali aku diajak jalan-jalan bersama mereka tetepi,
aku selalu menolak dengan seribu alasan. Padahal aku tidak sanggup jika harus
jalan-jalan dengan Rizky, aku takut tidak bisa menyembunyikan perasaan ini.
Di suatu malam
tiba-tiba mamah masuk ke kamarku dengan membawa boneka ditangannya.
Salwa: “Boneka siapa
mah?”
Mamah: “Ini buat kamu,
dari anaknya Nek Halimah”.
Salwa: “Ouh, bagus
banget bonekanya J”
Mamah: “Salwa, kenapa
sih setiap diajak jalan-jalan sama anaknya Nek Halimah selalu menolak.
Merekakan tidak selalu ada disini, mungkin sebentar lagi mereka akan pulang
ke Surabaya.
Salwa: “Ga apa-apa ko
mah, lagi malas jalan-jalan ajah”.
Mamah: “Apa gara-gara
anaknya yang bujang itu”.
Aku kaget mendengar
perkataan mamah tadi, seolah mamah mengetahui apa yang sedang kurasakan.
Keesokan harinya, Rizky
dan keluarganya datang ke rumahku untuk berpamitan. Mereka akan pulang ke
Surabaya dan entah kapan akan kembali lagi. Sedih sekali rasanya. Hatiku bagai diiris-iris
saat melihat mobil yang ditumpanginya berlalu. Aku tidak bisa menahan air
mataku. Aku pun segera berlari ke kamar.
Tak lama sahabatku
Nanda datang kerumah. Dia melihatku sedang bercucuran air mata. Akupun
menceritakan semuanya pada Nanda.
Nanda: “ Kamu tuh aneh
yah... disaat dekat disia-siakan, disaat jauh malah ditangisin”.
Salwa: “Ya terus gimana
dong Nan. Aku ga tahu harus berbuat apa?”
Nanda: “Ya udah jangan
nangis. Kan masih ada aku. BTW itu boneka dari siapa? Bagus banget”.
Salwa: “Dari ibunya
Rizky”.
Nanda: “Apa?
Halllah.... dari ibunya apa dari anaknya”.
Salwa: “ Ih ya ga
mungkinlah kalau dari Rizky”.
Nanda: “Dalam laut tak
bisa diduga, dalam hati siapa tau”.
**
At kantin
Saat sedang asik
bermain hp, tiba-tiba Nanda nyamber bagai layangan putus.
Nanda: “Lagi apa sih
serius banget maen hpnya?” kata Nanda sambil merebut hpku.
Salwa: “ihh apa sih
kamu.. sini kembalikan hpnya kepo banget deh”. Kataku sambil merebut hapku
kembali.
Nanda: “Ciee yang lagi
ngestalkin Rizky”.
Salwa: “Nggak ko, Cuma kepo
ajah”.
Nanda: “Katanya mau
move on, tapi masih kepoin ajah, terus suka ngestalk. Gawat nih, bisa-bisa gagal
move on”.
Aku hanya diam,
memasang wajah cemberut.
Nanda: “Aku punya lagu
nih buat kamu”.
Salwa: “Lagu apa?”
Aku disini dan kau disana
Kita memandang kiblat yang sama
Jauh dimata namun dekat didoa
Nandapun bernyanyi
dengan asiknya.
**
Tak terasa sudah 2
tahun berlalu, aku masih saja memikirkan Rizky. Setiap malam aku selalu
menyempatkan diri untuk bermunajat kepada yang Maha Kuasa.
“Ya Allah dzat yang
maha membolak-balikan hati... aku serahkan semua urusanku kepada-Mu.. berilah
yang terbaik untuk ku Ya Rabb.. jika memang laki-laki yang kunanti adalah jodohku,
maka berilah kesabaran dalam penantianku... jika jauh dekatkanlah ya Allah,
jika dekat satukanlah... dan jika laki-laki yang kunanti bukan untukku, maka
hilangkanlah rasa ini Ya Rabb... Engkaulah yang menumbuhkan rasa ini, Engkau
pulalah yang menjaganya dan hanya Engkau yang dapat menghapuskannya dan berikanlah
rasa ikhlas Ya Rabb..”
Pagi harinya di meja
makan, ketika sedang menyanntap menu sarapan bersama.
Papah: “Salwa, kamu sudah
20 tahun seharusnya, sudah siap untuk berumah tangga”.
Salwa: “Kuliah ajah
belum lulus. Papah ini ngaco deh”.
Papah: “Kuliah bisa
terus berjalan walau sudah berumah tangga kan”.
Salwa: “Iya pah, tapi
nikah sama siapa coba? Temen deket aja ga punya”.
Mamah: “Mamah sama
papah sudah menerima lamaran Ustadz dari Jawa Timur’.
Salwa: “Apa? ustadz
....”
Aku sangat kaget
mendengar perkataan mamah tadi. Dalam fikiranku ustadz berarti sudah tua, tega
sekali mereka menjodohkanku dengan laki-laki tua apalagi dari Jawa Timur.
Mungkin saja dia ustadz yang suka berpoligami.
Mamah: “Kamu siap-siap
ajah, 1 minggu lagi dia dan keluarga akan kemari untuk melamarmu”.
Fikiranku kacau tak
karuan, aku tak habis fikir dalam satu minggu aku akan di lamar orang yang tak
ku kenal, namanya pun aku tak tau.
Ya Allah apakah ini
jawaban atas semua doaku? Aku serahkan semuanya kepada-Mu. Ya Allah aku yakin
rencana-Mu pasti lebih indah.
Akhirnya hari
lamaranpun datang. Ruang tamu begitu ramai, aku hanya menundukan kepala tak
ingin melihat orang-orang, tapi aku sadar Rizky duduk di tengah banyaknya
orang. Apa papah mengundangnya. Ya Allah aku malu jika Rizky mengetahui bahwa
aku dilamar ustadz tua.
Acara pun dimulai.
Pa Yusuf: “Baik,
bagaimana kalau kita buka saja acaranya”
Aku heran, kenapa Pa
Yusuf ayahnya Rizky yang membuka acaranya.
Pa Yusuf: “Assalamu’alaikum
wr.wb. langsung saja dengan datangnya kami jauh-jauh kesini tak lain untuk
meminang putri bapak. Apakah bapak berkenan?’
Papah: “Dengan senang
hati saya bersedia menerima Rizky menjadi suami dari putri saya Salwa”.
Jatungku serasa
berhenti berdetak, seluruh tubuhku kaku saat mendengar ucapan papah. Ternyata
ustadz itu adalah Rizky. Dalam hatiku menjerit Pa Ustadz I Love You.
The End