Hari ini tidak ada yang
berbeda, harapan masih sama. Jujur, aku masih menginginkan cerita kembali
bercerita tapi kamu masih jauh nan disana yang tetap memberi aku terlalu banyak
tanda soal tanpa jawaban.
Bukan tidak pernah aku
coba memberi pintu pada yang lain, namun sia-sia jika kuncinya masih ada
padamu. Boleh atau tidak untuk sekali ini saja, kamu ajarkan aku melarikan diri
dari kenangan. Agar aku paham bahwa kenangan hanya boleh dianggap sebagai kenangan.
Bukan tidak pernah aku
coba menghindar, tapi kamu selalu tiba dan menahan aku untuk keluar. Terkadang
aku heran dengan apa yang Tuhan berikan. Jika memang ujungnya kita tidak
bersama, mengapa Tuhan masih memberikan ruang yang bernyawa dan menghidupkan
harapan untuk bersatu? Hati sudah terlalu sakit diberikan harpan palsu dari
hari ke hari. Sakit ya Tuhan.
Mungkin,
Kisah kita yang telah
lalu bukan untuk dilupakan, karena aku sudah usahakannya berkali-kali. Lelah.
Yang aku ingin, hanya ingin mengikhlaskannya. Yang aku harap, hanya bahagia
yang kembali nyata, meskipun harus dilalui tanpa sebuah “kita”. Harus kamu
pahami juga bahwa menyayangimu dari jarak sejauh in, aku tidak pernah sekali
pun menyesal.
Mungkin lebih baik
berpecah menjadi dua yang tidak saling berhubungan. Aku benci dengan segala
fakta-fakta itu.
Move on itu; susah.
Susah ketika otak memaksa sebelah kaki untuk melangkah, tapi hati pula memaksa
sebelahnya lagi untuk diam di tempat yang sama. Haih..
Sudahlah wahai hati...
Mungkin memang pada
akhirya harus begini. Kita dipertemukan diberi kesempatan saling mencipta
sebanyak mungkin kenangan, lalu kita dipisahkan. Dipisahkan untuk dipertemukan
dengan seseorang yang lebih baik lagi nanti.
Sungguh, aku lelah
berandai-andai. Maka semoga ini terakhir kalinya aku mengingat kita dengan
pahit. Semoga esok aku mampu menulis lagi untuk masa depan aku sendiri. Ya,
bait demi bait.
ü Rika
Rifatunisa
